Obat
bebas adalah obat yang dapat dibeli tanpa harus menggunakan resep
dokter. Bisa dibeli di apotek atau toko obat berizin atau biasanya bisa
juga dibeli di warung. Ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi
hitamObat ini mengandung zat aktif yang relatif aman, oleh karena itu
penggunaannya tak perlu pengawasan dari dokter.Walaupun obat ini bisa
dibeli tanpa resep dokter,t etapi pada penggunaannya tetap harus
mengikuti dosis yang tertera pada kemasan agar memiliki efek terapi yang
di inginkan.Yang biasanya termasuk kategori obat bebas antara lain analgetik (Parasetamol dll), Vitamin & Mineral (B-Komplex dll).
2. Obat Bebas Terbatas
Obat
bebas terbatas yaitu obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa
dibeli di apotek, tanpa resep dokter, memakai tanda lingkaran biru
bergaris tepi hitam. Contohnya, obat anti mabuk (Antimo), anti flu
(Noza). Pada kemasan obat seperti ini biasanya tertera peringatan yang
bertanda kotak kecil berdasar warna gelap atau kotak putih bergaris tepi
hitam, dengan tulisan sebagai berikut :
· P.No. 1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya.
· P.No. 2: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan.
· P.No. 3: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
· P.No. 4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
· P.No. 5: Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan
Memang,
dalam keadaaan dan batas-batas tertentu; sakit yang ringan masih
dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri, yang tentunya juga obat
yang dipergunakan adalah golongan obat bebas dan bebas terbatas yang
dengan mudah diperoleh masyarakat. Namun apabila kondisi penyakit
semakin serius sebaiknya memeriksakan ke dokter.
Dianjurkan
untuk tidak sekali-kalipun melakukan uji coba obat sendiri terhadap
obat-obat yang seharusnya diperoleh dengan mempergunakan resep dokter.
3. Obat Keras
Obat
keras yaitu obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan
resep dokter,memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan
tulisan huruf K di dalamnya. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan
ini adalah antibiotik (tetrasiklin, penisilin, dan sebagainya), serta
obat-obatan yang mengandung hormon (obat kencing manis, obat penenang,
dan lain-lain). Obat-obat
ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan
meracuni tubuh, memperparah penyakit atau menyebabkan mematikan.
4. Psikotropika Dan Narkotika
Obat-obat
ini sama dengan narkoba yang kita kenal dapat menimbulkan ketagihan
dengan segala konsekuensi yang sudah kita tahu.Karena itu, obat-obat ini
mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan ketat oleh
Pemerintah dan hanya boleh diserahakan oleh apotek atas resep dokter.
Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada
pemerintah.
Apabila
menggunakan obat-obatan yang dengan mudah diperoleh tanpa menggunakan
resep dokter atau yang dikenal dengan Golongan Obat Bebas dan Golongan
Obat Bebas Terbatas, selain meyakini bahwa obat tersebut telah memiliki
izin beredar dengan pencantuman nomor registrasi dari Badan Pengawas
Obat dan Makanan atau Departemen Kesehatan, terdapat hal- hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya: Kondisi obat apakah masih baik atau sudak
rusak, Perhatikan tanggal kadaluawarsa (masa berlaku) obat, membaca dan
mengikuti keterangan atau informasi yang tercantum pada kemasan obat
atau pada brosur / selebaran yang menyertai obat yang berisi tentang
indikasi (merupakan petunjuk kegunaan obat dalam pengobatan),
kontra-indikasi (yaitu petunjuk penggunaan obat yang tidak
diperbolehkan), efek samping (yaitu efek yang timbul, yang bukan efek
yang diinginkan), dosis obat (takaran pemakaian obat), cara penyimpanan
obat, dan informasi tentang interaksi obat dengan obat lain yang
digunakan dan dengan makanan yang dimakan.
5. Jamu
Jamu adalah
obat bahan alam yang sediaannya masih berupa simplisia sederhana.
Khasiat dan keamanannya baru terbukti secara empiris berdasarkan
pengalaman turun temurun (Trubus, Vol.8). Sebuah
ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3
generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah
ramuan disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun.
Jamu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
Jamu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
- Aman
- Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
6. OHT (Obat Herbal Terstandar)
Herbal Terstandar adalah
suatu sediaan yang sudah berbentuk ekstrak dengan bahan dan proses
pembuatan yang terstandarisasi. Herbal terstandar juga harus melewati
uji praklinis seperti uji toksisitas, kisaran dosis, farmakologi, dan
teratogenik (Trubus, Vol.8). Inilah beberapa kriteria OHT, yang dibaca sekilas hampir mirip fitofarmaka. yaitu:
- Aman
- Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
- Telah dilakukan standardisasi terhadap bahanbakuyang digunakan dalam produk jadi.
Di Indonesia sendiri, telah beredar
17 produk OHT, seperti : diapet®, lelap®, kiranti®, dll. Sebuah herbal
terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia.
7. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan
herbal standar yang telah mengalami uji klinis pada manusia telah
terbukti keamanannya dan didukung oleh bukti-bukti ilmiah dan khasiatnya
jelas sesuai kaidah kedokteran modern (Trubus, Vol.8). Karena fitofarmaka perlu proses penelitia yang panjang serta uji klinis yang detail, sehingga fitofarmaka termasuk dalam jenis golongan obat herbal yang telah memiliki kesetaraan dengan obat, karena telah memiliki clinical evidence.
Beberapa kriteria fitofarmaka, yaitu:
- Aman
- Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik dan klinik
- Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
- Telah dilakukan standardisasi bahanbakuyang digunakan dalam produk jadi
Kemasan produk fitofarmaka berupa
jari-jari daun yang membentuk bintang dalam lingkaran. Saat ini di
Indonesia baru terdapat 5 fitofarmaka, contoh produk fitofarmaka yang
sudah beredar adalah: Nodiar (PT Kimia Farma), Stimuno (PT Dexa
Medica), Rheumaneer PT. Nyonya Meneer), Tensigard dan X-Gra (PT
Phapros).
Setelah lolos uji fitofarmaka,
produsen dapat mengklaim produknya sebagai obat. Namun demikian, klaim
tidak boleh menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Misalnya,
ketika uji klinis hanya sebagai antikanker, produsen dilarang mengklaim
produknya sebagai antikanker dan antidiabetes.
Jenis OWA
Tujuan
OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masayrakat, maka
obat-obat yang digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi
kebanyakan penyakit yang diderita pasien. Antara lain: obat
antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep hidrokotison),
infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik
(CTM), obat KB hormonal.
Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan:
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
No comments:
Post a Comment